Sabtu, 22 November 2014

" Mengejar dan Menyatakan Kebenaran "


Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata "benar" dengan:tidak salah; tidak berat sebelah; adil; dapat dipercaya.Kebenaran merupakan keadaan yang sesuai dengan hal yang seharusnya berlaku; kelurusan hati; kejujuran. Demikianlah kebenaran berdasar pada keadaan hati yang lurus.
Di satu sisi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebenaran itu sifatnya relatif. Mengapa? karena kebenaran tidak hanya diukur oleh kebenaran menurut diri sendiri, tetapi juga diukur dari kebenaran orang lain. Sementara di sisi lain, ada juga kebenaran yang sifatnya mutlak. Kebenaran jenis ini diukur berdasarkan kebenaran ilahi, yang datangnya dari Allah sendiri.

Kebenaran Manusia vs Kebenaran Allah
Kebenaran manusia diukur dari budaya manusia itu sendiri, yang sifatnya lokal dan universal. Kebenaran lokal diartikan sebagai kebenaran yang diterima oleh sekelompok manusia di satu wilayah tertentu dan belum tentu dapat berlaku atau diterima di tempat lain. Kebenaran universal adalah kebenaran yang diterima oleh semua orang di segala tempat dan zaman. Contohnya: semua orang akan menerima kebenaran bahwa setiap perbuatan yang jahat perlu mendapatkan ganjaran, sementara setiap perbuatan yang baik pantas mendapatkan apresiasi.
Masalah yang kemudian sering muncul adalah manusia suka memanipulasi kebenaran demi melindungi atau memperjuangkan kepentingannya sendiri. Caranya dengan membuat sedemikian rupa sesuatu yang tidak benar menjadi seolah-olah benar. Kisah Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya ke pedagang budak dari Mesir menjadi contohnya (Kej. 37:12-36). Ketika para saudara Yusuf mengarang cerita bohong tentang kondisi Yusuf yang sebenarnya kepada Yakub, ayah mereka, di situlah kebenaran sudah dimanipulasi. Faktor-faktor apa saja yang suka mendorong manusia untuk memanipulasi kebenaran demi kepentingannya itu? Jawabnya: egosentris (segala sesuatu berpusat pada diri sendiri), materialistis (segala sesuatu diukur dari kebendaan), hedonistis (segala sesuatu dikejar untuk memuaskan nafsu pribadi), dll.
Kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran Allah. Kebenaran ini sifatnya mutlak dan tidak dapat diukur oleh akal dan budaya manusia. Ukurannya ada pada Allah sendiri yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus (Yoh. 14:6). Mengenai keadaan manusia, kebenaran Allah ini dengan tegas menyatakan bahwa, "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak." (Rom. 3:10). Artinya, tidak seorang pun yang berhak menyatakan dirinya benar di hadapan Allah, meskipun orang itu sudah melakukan kebaikan dalam bentuk apa pun. Semua manusia berdosa di hadapan Allah, dan untuk memperoleh pembenaran, manusia harus tunduk (beriman) kepada kebenaran yang sejati itu, yaitu Yesus Kristus.

Menyatakan Kebenaran
Setelah kita mengenal kebenaran Allah, maka kita tidak dapat menutup mata dari situasi dunia yang penuh dengan ketidakbenaran. Kita harus menyatakan kebenaran Allah itu. Namun, perkara ini bukanlah perkara yang mudah. Kita akan berhadapan dengan berbagai macam kekuatan dunia yang tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk membungkam kebenaran Allah itu. Ada risiko bagi setiap orang yang mau menyatakan kebenaran Allah. Contohnya seperti yang dialami oleh para pejuang kebenaran ini: Nelson Mandela, Martin Luther King, yang harus mengalami berbagai macam penderitaan dan kehilangan, termasuk kehilangan nyawa sendiri.
Sebagai murid-murid Yesus, dasar keberanian kita untuk menyatakan kebenaran adalah perintah Yesus sendiri, yaitu agar kita menyatakan "yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah." (Mat. 5:37). Demikianlah Yesus memerintahkan para pengikut-Nya agar selalu menjunjung tinggi kebenaran, semenjak manusia tidak dapat mengungkapkan kebenaran dari dalam dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar