PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perbedaan gender merupakan sebuah masalah yang telah cukup
lama berkembang di dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengandung
paham patriarkhat, sistem pengelompokkan sosial yang sangat mementingkan garis
keturunan bapak[1]. Paham
ini menganggap perempuan hanya berfungsi “di belakang”. Ia ditempatkan untuk
mengurus rumah, mendidik anak dan melayani suami. Pandangan seperti ini membuat
ruang gerak kaum perempuan terbatas.
Melihat fenomena ini lahirlah sekelompok orang yang
menamakan diri kelompok feminis. Mereka berjuang untuk memperoleh hak yang sama
seperti yang dimiliki oleh laki-laki. Hak untuk berkarir, menjadi pemimpin,
dll. Hal ini berdampak juga ke dalam gereja.
Peraturan Gereja yang mengikat mengharuskan perempuan untuk
tidak terlibat aktif di dalam pelayanan. Laki-laki diberi porsi yang lebih
besar dari perempuan. Padahal, di mata Tuhan semuanya, entah itu laki-laki
maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk melayani Tuhan. Maka lahirlah
teologi feminisme.
2.
Rumusan Masalah
Penulis akan membahas gerakan feminisme, teologi feminisme,
perkembangan teologi feminisme, tokoh-tokoh teologi feminisme, tanggapan
Alkitabiah terhadap teologi feminisme
3.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
tentang gerakan teologi feminisme sehingga pada akhirnya pembaca diharapkan
dapat mengerti peran perempuan dan bisa menghargainya. Selain itu, makalah ini
juga ditulis guna memenuhi nilai mata kuliah Teologi Kontemporer.
BAB II
TEOLOGI FEMINISME
1.
Gerakan Feminisme
Definisi Feminisme
Istilah “Feminisme” berasal dari kata Latin : Femina
yang artinya wanita. Gerakan feminisme bermaksud mengkritik struktur
patriarkhat yang berada dalam masyarakat dan berusaha untuk mengadakan suatu
struktur masyarakat yang lebih adil.
Dalam patriarki (pater : bapak, arkhe : asal
mula yang menentukan) laki-laki berkuasa atas semua anggota masyarakat yang
lain dan mempertahankan kuasa itu sebagai milik yang sah. Dalam masyarakat
semacam ini, pandangan androsentris (andros : laki-laki, sentris
: berhubung dengan inti ) menentukan budaya, yakni segala peristiwa
dilihat dari sudut laki-laki.[2]
Gerakan Feminisme dibagi menjadi 2 bagian :
1.
Feminisme Pembaharuan
Feminisme Pembaharuan berusaha memberi kesempatan baik bagi
kaum pria maupun wanita untuk menggunakan potensinya, sebab di dalam masyarakat
tradisional pembagian tugas menurut jenis kelamin membatasi keduanya. Kelompok
ini lebih menekankan kepada kemampuan (potensi) setiap orang. Contoh, seorang
perempuan bisa menjadi direktur sebuah perusahaan karena ia memiliki potensi.
1.
Feminisme Radikal
Kaum feminis radikal menganggap laki-laki sebagai musuh.
Mereka menyukai “apartheid”, dimana tidak ada hubungan sama sekali dengan kaum
laki-laki. Dalam berteologi, mereka menolak tradisi gereja. Norma-norma dan
nila-nilai Alkitab tidak berlaku lagi karena dianggap terikat oleh struktur
patriarkhat. Mereka menolak citra dan simbol tradisional, seperti Allah adalah
Bapa.[3]
Sejarah Gerakan Feminisme
Gerakan feminisme lahir dari ketidaksetaraan gender yang
merupakan akibat dari adanya paham patriarkhat yang selama ini dianut oleh
masyarakat. Perempuan mendapat posisi yang lebih rendah dari laki-laki dan
dalam segala hal laki-lakilah yang lebih unggul. Keadaan ini terus berlanjut
selama berabad-abad tanpa ada perubahan.
Pada abad pertengahan kaum wanita mulai menyadari bahwa
mereka dimarginalkan dalam masyarakat, kesempatan yang mereka miliki sangat
terbatas dan tempat yang tersedia bagi mereka hanyalah dalam rumah tangga.
Kesadaran akan keadaan ini mulai membawa sedikit angin perubahan. Sejumlah
perempuan tampil sebagai penulis-penulis.
Gerakan feminisme dimulai pada abad ke-19 di Amerika Serikat
dengan fokus gerakan pada satu isu yaitu untuk mendapatkan hak memilih. Gerakan
feminisme menjadi suatu kejutan besar bagi masyarakat AS, karena gerakan ini
memberikan kesadaran baru terutama bagi kaum perempuan.
Keadaan kaum perempuan secara perlahan-lahan mengalami
sedikit perubahan pada zaman Pencerahan. Semangat abad Pencerahan memberi
dampak besar bagi bangkitnya para wanita terutama di Eropa. Beberapa perempuan
tampil ke permukaan dan melahirkan karya tulis ilmiah tentang hak mereka.
Gagasan kesetaraan perempuan dengan laki-laki dituangkan dalam tulisan-tulisan
mereka dalam bentuk esai, disertasi dan sebagainya.
2.
Teologi Feminisme
Pandangan yang merendahkan perempuan bukan hanya ada di luar
kekristenan. Di dalam gereja sendiri, sering kali perempuan dipandang sebagai
harta milik, objek, polusi yang membahayakan, dan yang paling keras adalah,
perempuan dinilai tidak mampu menjadi gambar Allah sehingga mereka dilarang
untuk menjadi pemimpin, pengkhotbah dan pengajar dalam ibadah maupun pelayan di
gereja.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
1.
Sebagai dampak dari gerakan feminisme
Gerakan feminisme yang terjadi di luar gereja berimplikasi
ke dalam gereja karena gereja juga merupakan bagian dari dunia.
1.
Tulisan-tulisan Paulus
Paulus dalam surat-suratnya pun seolah-olah “mengonfirmasi”
status dan peran perempuan dalam gereja, misalnya di I Korintus 14:34-35 dan I
Timotius 2:12-16. Pada kedua bagian tersebut Paulus melarang perempuan
berbicara dan mengajar dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Sikap Paulus tersebut
sangat mempengaruhi cara gereja memperlakukan perempuan, dan karenanya ia dicap
oleh para feminis sebagai pembenci kaum perempuan (misogynist).
1.
Sikap bapa-bapa gereja
Cara bapa-bapa gereja memperlakukan perempuan juga banyak
dipengaruhi oleh ajaran Yunani dan Talmud. Menurut William Barclay, pandangan
orang Yahudi yang merendahkan perempuan nampak dalam doa pagi orang (baca:
pria) Yahudi yang terdapat dalam Talmud. Di dalam doanya setiap pagi seorang
Yahudi bersyukur karena Tuhan tidak menciptakannya sebagai seorang kafir,
budak, atau perempuan.[4]
Teologi feminis berusaha dengan suara kenabian memperbaharui
teologi, gereja dan masyarakat. Mereka menafsirkan kembali secara kritis sumber
iman Kristen, yaitu Alkitab dengan tujuan berteologi dalam kategori yang lain
daripada kategori patriarkhat.
3.
Tokoh-Tokoh Teologi Feminisme
Mary Daly
Mary Daly adalah seorang penganut Katolik Roma. Bukunya,
“the Church and Second Sex” merupakan sumbangan awal yang penting bagi teologi
feminisme. Ia kemudian keluar dari iman Kristen. Ia skeptis terhadap mereka
yang berpendapat bahwa Alkitab dapat dibebaskan dari tradisi patriarkhal.
Rosemary Radford Ruether
Salah satu tulisannya yang terkenal adalah “Pembebasan
Kristologi dari Patriarkhat”. Dalam tulisan atersebut, ia mempertahankan bahwa
pelayanan Yesus adalah mewartakan kabar baik kepada orang-orang yang
direndahkan, termasuk perempuan. Akibatnya, ia sangat setuju dengan praktek
selibat.
Elizabeth Schussler Fiorenza
Judul bukunya “In Memoriam of Her” yang menggemakan Markus
14:9 – merupakan karya yang berpengaruh. Ia menekankan perlunya melihat peranan
yang dimainkan para perempuan pada awal sejarah Kristen, suatu peranan yang
penting yang sering diabaikan oleh penafsir Alkitabiah laki-laki. Ini merupakan
proses penemuan kembali bahwa Injil Kristen tidak dapat diwartakan jika
murid-murid perempuan dan apa yang telah mereka lakukan tidak dikenang.[5]
4.
Hermeneutik Teologi Feminisme
Pengalaman sebagai Titik Tolak
Pengalaman manusia merupakan titik tolak dan titik akhir
dari lingkaran penafsiran. Tradisi yang telah tersusun rapi berakar di dalam
pengalaman dan terus-menerus diperbaharui oleh pengalaman.
Posisi perempuan yang termarginalkan membuat teolog feminis
memakainya sebagai bahan acuan untuk menafsirkan Alkitab.
Memakai sebagian Alkitab
Kaum feminis tidak memakai keseluruhan Alkitab karena ada
banyak hal yang menurut mereka meremehkan kaum perempuan. Maka yang dipakai
oleh kaum feminis hanyalah sebagian dari Alkitab yang menurut mereka tidak
bertentangan dengan prinsip mereka.
Mencari pandangan di luar Alkitab
Adapenafsir feminis yang tidak memusatkan perhatiannya pada
Alkitab, melainkan pada perjuangan setiap perempuan dan laki-laki untuk
mengatasi tatanan kuasa patriarki yang menyangkal kemanusiaan.[6]
5.
Tanggapan Alkitab dan Gereja terhadap Teologi Feminisme
Tanggapan Alkitab
Berbicara tentang peran perempuan di dalam gereja, ada 3
bagian Alkitab yang selalu menjadi bahan perdebatan di antara orang Kristen,
yaitu :
I Kor 11:5;14:34dan I Tim 2:12.
I Korintus 11:5
Menurut adat masyarakat sewaktu Paulus menulis suratini,
perempuan-perempuan sopan harus harus bertudung sewaktu mereka berada di tempat
umum. Ayat ini ditujukan kepada perempuan-perempuan yang memimpin doa atau
mengajar dalam kebaktian gereja.
Hal ini menunjukkan bahwa Paulus tidak melarang
perempuan-perempuan untuk mengajar dan berkhotbah di dalam gereja, asal mereka
berdandan dan bertindak dengan sopan, yang dapat diterima oleh adat.
I Korintus 14:34
Perkataan “tidak diperbolehkan untuk berbicara” adalah
menanyakan sesuatu sewaktu kebaktian berlangsung. Kalau ditengah-tengah
kebaktian mereka dengan spontan mengacungkan tangan untuk bertanya, hal ini
akan mengganggu suasana kebaktian.
I Timotius 2:12
Ayat ini ditulis untuk Timotius yang sering menghadapi
seorang perempuan yang “bossy” dalam gereja, sehingga Paulus tidak mengizinkan
perempuan tersebut menguasai Timotius. Ini tidak berarti bahwa perempuan tidak
boleh mengajar dan tidak boleh menjadi pemimpin, karena akan bertentangan
dengan :
ü Debora seorang hakim yang memerintahIsrael– Hak
4:4-5
ü Hulda seorang nabiah Yerusalem – II raj 22:14
ü Hana seorang nabiah yang setia beribadah di Bait Allah
– Luk2:36-39
ü Priskila, teman sekerja Paulus – Kis 21:8-9
ü Febe – Rm 16:1
Hal ini menunjukkan bahwa tidak berarti pada masa itu sama
sekali tidak ada tokoh perempuan yang terkemuka dalam gereja, hanya saja
bapak-bapak gereja tidak menyukai teolog perempuan. Kemungkinan besar hal ini
terjadi karena saat itu kaum perempuan menikmati posisi mereka yang terkemuka
sebagai guru di lingkungan gnostik.
Itu sebabnya kepemimpinan wanita pada saat itu sering kali
diasosiasikan dengan bidat atau ajaran sesat yang tidak diterima gereja.
Tanggapan Gereja
1.
sikap mendukung gerakan feminisme
sikap ini didasari atas pertimbangan bahwa gereja menghargai
perempuan dan laki-laki pada porsi yang sama sebagaimana Tuhan menghargai
mereka. Perbedaan yang ada pada laki-laki dan perempuan terletak pada sistem
otakyang berkaitan dengan kerja hormon. Namun dalam hal kesempatan bekerja dan
berkarir serta pelayanan mendapatkan kesempatan yang sama. Demikian juga
seorang perempuan berhak menjadi pemimpin organisasi, termasuk pemimpin gereja.
Dukungan ini terwujud dengan terbentuknya organisasi
diantaranya : Men, Women, and God (di Inggris) dan Christians for Biblical
Equality (di Amerika).
1.
sikap menolak gerakan feminisme
sikap gereja yang menolak feminisme berdasarkan studi kritis
Alkitabiah terhadap metode hermeneutika mereka, sehingga membangun idealisme
bernuansa feminis yang radikal. Yaitu adanya upaya mengganti nama Allah dan
membangun sistem masyarakat bercorak matriakal.
Organisasi yang menolak gerakan feminis adalah Council on
Biblical Manhood and Womanhood (organisasi yang mendukung kepemimpinan
laki-laki dalam keluarga dan gereja).
1.
sikap menerima gerakan feminisme namun tetap tunduk kepada
otoritas Alkitab
Gereja menerima gerakan feminisme selama tidak bertentangan
dengan kebenaran-kebenaran Alkitab. Dalam hal ini, gereja menerima bahwa
perempuan sudah sepatutnya mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Namun,
bukan berarti mereka dapat seenaknya bertindak menghancurkan kebenaran Firman
Tuhan.[8]
BAB III
PENUTUP
Alkitab sebenarnya tidak melarang adanya gerakan feminisme
yang awalnya hanyalah ingin agar tidak ada perbedaan diantara laki-laki dan
perempuan. Dalamgalatia3:28, “dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang
Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan,
karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus”. Ini menjelaskan bahwa
Alkitab sendiri mengajarkan agar tidak perlu ada perbedaan diantara kita,
karena semuanya adalah sama di mata Tuhan.
Gerakan feminisme bisa diterima oleh gereja selama itu tidak
bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan, seperti feminisme pembaharuan.
Daftar Pustaka
2008, Alkitab, Jakarta; Lembaga Alkitab Indonesia
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
2003 Kamus Besar Bahasa Indonsia. Jakarta : Balai
Pustaka
Homes, Anne
1992, Perubahan
Peran Pria & Wanita dalam Gereja & Masyarakat, Yogyakarta;
BPK Gunung Mulia
Lane, Tony
2003, Runtut Pijar, Jakarta; BPK Gunung Mulia
Purnomo, P David
1997, Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Kontemporer, Malang;
SAAT
Frommel, Marie C.B
2010, Hati Allah bagaikan hati seorang ibu, Jakarta;
BPK Gunung Mulia
2011, Jurnal Teologi dan Pelayanan Antusias, Surakarta;
Intheos
[1] KBBI, hlm
837
[2] Marie
C.B. Frommel, Hati Allah bagaikan hati seorang ibu, hlm 9
[3] Anne
Homes, Perubahan Peran Pria & Wanita dalamGereja & Masyarakat, hlm
111-112
[5] Tony
Lane, Runtut Pijar, hlm 251
[6] Marie
C.B. Frommel, Hati Allah bagaikan hati seorang ibu, hlm 25
[7] David Pan
Purnomo, Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Kontemporer, hlm 78
[8] Jurnal
Teologi dan Pelayanan Antusias, hlm 79-80